18 Oktober 2011

Masalah Kependudukan

MASALAH KEPENDUDUKAN DI INDONESIA

A. Masalah Akibat Angka Kelahiran

1. Total Fertility Rate (TFR)

        Hasil perkiraan tingkat fertilitas (metode anak kandung) menunjukan bahwa

penurunan   tingkat   fertilitas   Indonesia   tetap   berlangsung   dengan   kecepatan   yang

bertambah seperti nampak pada tabel di bawah ini :

Periode (tahun)          TFR %           Penurunan/tahun

1967 -1970               5,605                   1,7

1971 -1975               5,200                   2,3

1976 -1979               4,680                   2,8

1980 -1984               4,055                   3,9

1987 -1990               3,222                   2,1



© 2003 Digited by USU Digital Library                                                            1


----------------------- Page 2-----------------------

Sumber : BPS Jawa Timur, 1996



        Tingkat fertilitas secara keseluruhan dari periode 1981- 1984 ke periode 1986

-1989 turun sebesar 18 % atau sekitar 3,9% pertahun. Namun tingkat penurunan

fertilitas   mulai   melambat   atara   periode  1986-1989   dan   1987-1990   yaitu   menjadi

2,1% rata-rata pertahun.



2. Age Spesific Fertility Rate (ASFR)

        Hasil    SP71   dan   SP80    masih   menunjukan      bahwa    tingkat   kelahiran   untuk

kelompok umur wanita 20-24 tahun adalah yang tertinggi. Namun demikian terjadi

pergeseran      ke  kelompok     umur    (25   -29)  tahun    pada   hasil  SP80    dan   ini  akan

memberikan       dampak     terhadap    penurunan     tingkat   gfertilitas  secara   keseluruhan

(Trend Fertilitas, Mortalitas dan Demografi, 1994: 18)

Berdasarkan   dua   kondisi   di   atas   dapatlah   disebutkan   beberapa   masalah   (terkait

dengan SDM) sebagai berikut :

1) Jika fertilitas semakin meningkat maka akan menjadi beban pemerintah dalam hal

    penyediaan aspek fisik misalnya fasilitas kesehatanketimbang aspek intelektual.

2) Fertilitas meningkat maka pertumbuhan penduduk akan semakin meningkat tinggi

    akibatnya     bagi   suatu   negara   berkembang      akan   menunjukan      korelasi   negatif

    dengan tingkat kesejahteraan penduduknya.

Jika   ASFR   20-   24   terus   meningkat   maka   akan   berdampak   kepada   investasi   SDM

yang semakin menurun.



B. Masalah akibat Angka Kematian

        Selama   hampir   20   tahun   terakhir,   Angka   Kematian   Bayi   (AKB)   mengalami

penurunan sebesar 51,0 pada periode 1967-1986. Tahun 1967 AKB adalah 145 per

1000 kelahiran, kemudian turun menjadi 109 per 1000 kelahiran pada tahun 1976.

Selama 9 tahun terjadi penurunan sebesar 24,8 persen atau rata-rata 2,8 persen per

tahun.    Berdasarkan     SP90,    AKB   tahun    1986   diperkirakan    sebesar    71  per    1000

kelahiran     yang   menunjukan      penurunan     sebesar    34,9   persen    selama    10  tahun

terakhir atau 3,5 persen pertahun (Trend Mortalitas, 66).



Tabel Perkiraan Angka Harapan Hidup (AHH)

Tahun           Nilai

SP1971           45,7

SP 1980          52,2

SP 1990          59,8

Sumber: BPS Jatim, 1996.



        Sejalan     dengan    penurunan     AKB,   AHH   menunjukan      kenaikan.    Pada   tahun

1971 AHH adalah 45,7 yang kemudian naik 6,5 tahun menjadi 52,2 pada SP80 dan

mengalami kenaikan 7,6 menjadi 59,8 pada SP90.

Masalah yang muncul akibat tingkat mortalitas adalah :

1)   Semakin   bertambahnya   Angka   Harapan   Hidup   itu   berarti   perlu   adanya   peran

    pemerintah di dalam menyediakan fasilitas penampungan.

2)   Perlunya    perhatian    keluarga    dan   pemerintah     didalam    penyediaan     gizi  yang

    memadai bagi anak-anak (Balita).

3)   Sebaliknya   apabila   tingkat   mortalitas   tinggi   akan   berdampak   terhadap   reputasi

    Indonesia dimata dunia.

Pemecahan masalah angka kelahiran dan kematian :

a) Kelahiran

Angka kelahiran perlu ditekan melalui :

    ! Partisipasi wanita dalam program KB.



© 2003 Digited by USU Digital Library                                                             2


----------------------- Page 3-----------------------

    ! Tingkat pendidikan wan ita wanita mempengaruhi umur kawin pertama dan

        penggunaan kontrasepsi.

    ! Partisipasi      dalam    angkatan    kerja   mempunyai      hubungan     negatif   dengan

        fertilitas

    ! Peningkatan ekonomi dan sosial.



b) Kematian

Angka kematian perlu ditekan :

    ! Pelayanan kesehatan yang lebih baik

    ! Peningkatan gizi keluarga

    ! Peningkatan pendidikan (Kesehatan Masyarakat)



C. Masalah Komposisi Jumlah Penduduk

        Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus tahun 1990 berjumlah

179246785        dari  jumlah     tersebut   komposisi     usianya    tidak   berimbang     yang

menyebabkan timbulnya masalah-masalah baru.

Katagori Berdasarkan Usia Sebagai Berikut :

U S I A (Thn)           Jumlah (Jiwa)

0 - 4                   20.985.144

5 - 9                   23.223.058

 10 - 14                21.482.141

 15 - 19                18.926.983

 20 - 24                16.128.352

 25 - 29                15.623.530

 30 - 34                13.245.794

 35 - 39                11.184.217

 40 - 44                8.081.636

 45 - 49                7.565.664

 50 - 54                6.687.586

 55 - 59                4.831.697

 60 - 64                4.526.451

 65 - 69                2.749.724

 70 - 74                2.029.026

>75                     4.415

Sumber : Kantor BPS Jawa Timur



        Berdasarkan   angka-angaka   tersebut   tampak   penumpukan   jumlah   penduduk

pada   usia   muda,   yaitu   usia   0   -4   tahun   berjumlah   20985144   jiwa,   usia   5-9   tahun

sebesar   23223058   jiwa   dan   10   -14   tahun   21428141   jiwa   yang   mana   pada   usia

tersebut     belum    produktif   masih    tergantung    pada    orang-orang     lain  terutama

keluarga.

Masalah-masalah yang dapat timbul akibat keadaan demikian adalah :

1)   Aspek   ekonomi   dan   pemenuhan   kebutuhan   hidup   keluarga.   Banyaknya   beban

    tanggungan       yang   harus    dipenuhi   biaya    hidupnya    oleh   sejumlah    manusia

    produktif   yang   lebih   sedikit   akan   mengurangi   pemenuhan   kebutuhan   ekonomi

    dan hayat hidup.

2) Aspek pemenuhan gizi.

    Kemampuan        ekonomi     yang   kurang    dapat   pula   berakibat   pada    pemenuhan

    makanan yang dibutuhkan baik jumlah makanan (kuantitatif) sehingga dampak

    lebih lanjut adalah adanya rawan atau kurang gizi (malnutrition). Pada gilirannya

    nanti    bila  kekurangan    gizi  terutama    pada   usia  muda    (  0  -5  tahun).   Akan

    mengganggu   perkembangan   otak   bahkan   dapat   terbelakang   mental   (   mental

    retardation ). Ini berarti mengurangi mutu SDM masa yang akan datang.



© 2003 Digited by USU Digital Library                                                           3


----------------------- Page 4-----------------------

3) Aspek Pendidikan

    Pendidikan memerlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga diperlukan dukungan

    kemampuan ekonomi semua termasuk orang tua. Apabila kemampuan ekonomi

    kurang   mendukung   maka   fasilitas   pendidikan   juga   sukar   untuk   dipenuhi   yung

    mengakibatkan pada kualitas pendidikan tersebut kurang



4) Lapangan Kerja

    Penumpukan jumlah penduduk usia muda atau produktif memerlukan persiapan

    lapangan kerja masa mendatang yang lebih luas. Hal ini merupakan bom waktu

    pencari    kerja   atau   penyedia    kerja.  Apabila   tidak  dipersiapkan     SDMnya     dan

    lapangan kerja akan berdampak lebih buruk pada semua aspek kehidupan.

Alternatif Pemecahan yang diperlukan :

(a) Pengendalian angka kelahiran melalui KB.

(b) Peningkatan masa pendidikan.

(c) Penundaaan usia perkawinan



D. Masalah Kependudukan dan Angkatan Kerja.

        Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun

keatas.    Mereka    terdiri  dari  angkatan    kerja   dan   bukan    angkatan    kerja   (BPS   :

1994,30).      Penduduk     yang    tergolong    angkatan     kerja   dikenal   dengan     Tingkat

Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK).

        TPAK menurut umur mengikuti pola huruf "U" terbalik. Angkatan rendah pada

usia-usia    muda    karena    sekolah,   kemudian     naik  sejalan   kenaikan    umur    sampai

mencapai      25   -29   tahun,    kemudian     turun    secara   perlahan    pada    umur-umur

berikutnya (antara lain karena pensiun).

        Angka     kesempatan     kerja   yang   merupakan     pebandingan      antara   penduduk

yang   bekerja   dengan   angkatan   kerja   pada   tahun   1993   cukup   tinggi   yaitu   sekitar

97,2%. Ini berarti angka penganguran kurang lebih hanya 2,8 0/00 (BPS:1994,30).

        Berdasarkan      hasil  sensus    tahun   1994    jumlah    TPAK   sebesar      19.254.554

(Sensus   PBS;   1990,417)   sedangkan   jumlah   penduduk   mencapai   179.247.283   jiwa

sehingga TPAK meskipun mungkin termasuk angkatan kerja. Melihat rasio TPAK dan

Non TPAK tampaknya jauh tidak seimbang hal ini kemungkinan dapat menyebabkan

masalah antara lain:

(a)   Produktifitas   yang   dihasilkan   oleh   sebagian   kecil   manusia   kemungkinan   bisa

    habis dikonsumsi sebagian besar penduduk.

(b) Pendapatan perkapita akan rendah sehingga berpengaruh pada sektor ekonomi

    masyarakat.

Alternatif Pemecahan Masalah :

(a) Penyediaan lapangan kerja

(b) Peningkatan mutu SDM melalui pendidikan dan keterampilan.



E. Masalah Mobilitas Penduduk di Indonesia

        Masalah migrasi penduduk di Indonesia menjadi isu politik kependudukan di

Indonesia.



Mobilitas Antar Pulau

        Mobilitas antar pulau didominasi mobilitas penduduk di Pulau Jawa. Penduduk

yang keluar dari Jawa sebanyak 3,6 juta jiwa tahun 1980 dan 5,3 juta jiwa tahun

1990. Sebagian besar migrasi menuju Sumatera, yaitu 79,75% pada tahun 1980 dan

68,70% pada tahun 1990.

        Migran     keluar   dari  Pulau   Sumatera    tahun    1980   sebanyak    0,8   juta,  dan

sebesar 92,97% menuju Pulau Jawa, sedang pada tahun 1990 sebesar 1,6 juta dan

92,62 % juga menuju Pulau Jawa. Migran dari Kalimantan sebagian besar menuju



© 2003 Digited by USU Digital Library                                                            4


----------------------- Page 5-----------------------

Pulau Jawa. Dari 0,2 juta jiwa pada tahun 1980 adaa 73,32% menuju Pulau Jawa

dan pada tahun 1990 ada sebanyak 0,5 juta ternyata yang 76,49 % juga menuju

Pulau Jawa. (BPS:107,110)

         Dapat    dimaklumi     bahwa    Pulau   Jawa    sebagai   tujuan   utama    para   migran,

karena     di  Pulau   Jawa   merupakan   pusat   perekonomian,   pusat   pendidikan,   pusat

pemerintahan   dan   pusat   kegiatan   sosial   ekonomi   lainnya.   Migran   terbesar   yang

masuk      ke   Pulau   Jawa   berasal    dari  Sumatera,     karena    Pulau   Sumatera     secara

geografis      berdekatan      dengan      Pulau    Jawa     dan    sistim    transportasi     yang

menghubungkan   kedua   pulau   ini   lebih   bervariasi   dan   lebih   banyak   frekuensinya

dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya.



Mobilitas Penduduk antar Pulau Propinsi

         Pola mobilitas di Jawa masih sangat besar. Di Jawa Timur jumlah pendatang

masih      didominasi     migran     sekitarnya     terutama     Jawa    Tengah.     Keadaan      ini

menunjukan bahwa pekembangan mobilitas terjadi karena peningkatan peranan lalu

lintas di Pulau Jawa dan Sekitarnya termasuk Lampung, Sumatera Selatan sebagai

akibat pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat. Sedang migran yang keluar dari

Jawa   Timur   mayoritas   menuju   wilayah   Indonesia   Barat   terutama   Sumatera   dan

daerah pusat pertumbuhan ekonomi seperti Jakarta.

         Propinsi   pengirim   migran   total   terbesar  adalah Jawa Tengah, yaitu 3,1 juta

jiwa pada tahun 1980 dan 4,4 juta tahun 1990. Jawa Timur sebanyak 1,6 juta pada

tahun 1980 dan 2,5 juta tahun 1990, disusul Propinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta

(BPS 1994; 111).



Mobilitas Penduduk dari Desa ke Kota

         Urbanisasi   pada   dasarnya   adalah   pertumbuhan   penduduk   perkotaan   yang

disebabkan   perpindahan   dari   desa   ke   kota,   dari   kota   ke   kota,   serta   akibat   proses

perluasan wilayah perkotaan (Reklamasi).



Permasalah yang Timbul :

         Pertumbuhan       penduduk     perkotaan     selalu   menunjukan      peningkatan     yang

terus    menerus,     hal   ini  disebabkan     pesatnya     perkembangan       ekonomi     dengan

perkembangan industri, pertumbuhan sarana dan prasarana jalan perkotaan.

Upaya Pencegahan:

         Pertumbuhan   penduduk   di   perkotaan   periode   1971-1980   jauh   lebih   pesat

dibandingkan   dengan   periode   1980-1990,   hal   ini   disebabkan   periode   1971-1980

pertumbuhan        ekonomi     masih   terpusat    didaerah    perkotaan,    sehingga     penduduk

banyak pindah ke perkotaan untuk memperoleh penghidupan yang lebih layak.

         Pada   periode   1980-1990   pemeratan   pembangunan   mulai   terasa   sampai   ke

daerah     pedesaan.    Keadaan     ini  memungkinkan       penduduk     tidak   lagi  membangun

daerah perkotaan, akan tetapi cendrung menciptakan lapangan pekerjaan sendiri di

pedesaan. (BPS 1994: 18).

         Sejalan   dengan   arah   pembangunan   yang   diharapkan   persentase   penduduk

perkotaan   cendrung   meningkat.   Proyeksi         yang   diharapkan   ada   peningkatan   dari

31,10 persen tahun 1990 menjadi 41,46 % pada tahun 2000.

         Menurut   Prigno   Tjiptoheriyanto   upaya   mempercepat   proses   pengembangan

suatu     daerah    pedesaan     menjdadi    daerah    perkotaan     yang    disesuaikan    dengan

harapan      dan   kemampuan        masyarakat      setempat.    Untuk    itu   diperlukan    upaya

peningkatan   jumlah   penduduk   yang   berminat   tetap   tinggal   di   desa.   Yang   perlu

diusahakan perubahan status desa itu sendiri, dari desa "desa rural" menjadi "desa

urban".   Dengan   demikian   otomatis   penduduk   yang   tinggal   didaerahnya   menjadi

"orang   kota"   daalam   arti   statistik   (Surabaya   Post,   23   September   19996).   Guna

menekan derasnya arus penduduk dari desa ke kota, maka pola pembangunan yang



© 2003 Digited by USU Digital Library                                                              5


----------------------- Page 6-----------------------

beroreantasi   pedesaan   perlu   digalakan   dengan   memasukan   fasilitas   perkotaan   ke

pedesaan, sehingga merangsang kegiatan ekonomi pedesaan.



F. Masalah Kepadatan Penduduk di Indonesia

        Dilihat dari jumlah penduduknya Indonesia termasuk negara terbesar ketiga

diantara     negara-negara      sedang     berkembang      setelah    Gina    dan   India.   Hasil

pencacahan   lengkap   sensus  penduduk 1990, penduduk Indonesia berjumlah 179,4

juta   jiwa.   Berdasarkan   hasil   proyeksi   penduduk,   julah   penduduk   pada   tahun   1995

mencapai 195,3 juta jiwa.

        Kepadatan di 27 Propinsi masih belum merata. Berdasarkan sensus penduduk

tahun 1990 sekitar 60% penduduk tinggal di Pulau Jawa, padahal luas Pulau Jawa

hanya sekitar 7% dari seluruh wilayah daratan Indonesia. Dilain pihak, Kalimantan

yang   memiliki   28%   dari   luas   total,   hanya   dihuni   oleh   5%   penduduk   Indonesia.

Dengan      demikian    kepadatan     penduduk      secara   regional   juga   sangat    timpang,

sementara kepadatan per kilometer persegi di Pulau Jawa mencapai 814 orang, di

Maluku dan Irian Jaya hanya 7 orang (BPS, 1994:29).



Permasalahan yang timbul:

Ketidakseimbangan         kepadatan      penduduk     ini   mengakibatkan       ketidakmerataan

pembangunan        baik   phisik  maupun     non   phisik  yang    selanjutnya   mengakibatkan

keinginan     untuk    pindah   semakin     tinggi.  Arus   perpindahan     penduduk     biasanya

bergerak   dari   daerah   yang   agak   terkebelakang   pembangunannya   ke   daerah   yang

lebih maju, sehingga daerah yang sudah padat menjadi semakin padat.

Pemecahan Masalah:

        Untuk memecahkan masalah ini dilaksanakan program pepindahan penduduk

dari daerah padat ke daerah kekurangan penduduk, yaitu program transmigrasi.

        Sasaran     utama     program    transmigrasi    semula    adalah    untuk   mengurangi

kelebihan penduduk di Pulau Jawa. Tetapi ternyata jumlah penduduk yang berhasil di

transmigrasikan keluar Jawa sangat kecil jumlahnya. Pada tahun 1953 direncanakan

100.000 penduduk, tetapi hanya sebanyak 40.000 orang yang berhasil dipindahkan

(BPS 1994:90)

        Walaupun       demikian,    program     transmigrasi    sudah    menunjukan      hasilnya

dimana   penduduk   yang   tinggal   di   Pulau   Jawa   turun   dari   60%   pada   tahun   1990,

diproyeksikan       menjadi     57,7%     pada    tahun    2000.     Sebaliknya     diluar   Jawa

diproyeksikan akan terjadi kenaikan tahun 1990-2000. Di Pulau Sumatera naik dari

21% pada tahun 1990 menjadi 21,65 % pada tahun 2000 (BPS 1990:6-7).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar