MASALAH KEPENDUDUKAN DI INDONESIA
A. Masalah Akibat Angka Kelahiran
1. Total Fertility Rate (TFR)
Hasil perkiraan tingkat fertilitas (metode anak kandung) menunjukan bahwa
penurunan tingkat fertilitas Indonesia tetap berlangsung dengan kecepatan yang
bertambah seperti nampak pada tabel di bawah ini :
Periode (tahun) TFR % Penurunan/tahun
1967 -1970 5,605 1,7
1971 -1975 5,200 2,3
1976 -1979 4,680 2,8
1980 -1984 4,055 3,9
1987 -1990 3,222 2,1
© 2003 Digited by USU Digital Library 1
----------------------- Page 2-----------------------
Sumber : BPS Jawa Timur, 1996
Tingkat fertilitas secara keseluruhan dari periode 1981- 1984 ke periode 1986
-1989 turun sebesar 18 % atau sekitar 3,9% pertahun. Namun tingkat penurunan
fertilitas mulai melambat atara periode 1986-1989 dan 1987-1990 yaitu menjadi
2,1% rata-rata pertahun.
2. Age Spesific Fertility Rate (ASFR)
Hasil SP71 dan SP80 masih menunjukan bahwa tingkat kelahiran untuk
kelompok umur wanita 20-24 tahun adalah yang tertinggi. Namun demikian terjadi
pergeseran ke kelompok umur (25 -29) tahun pada hasil SP80 dan ini akan
memberikan dampak terhadap penurunan tingkat gfertilitas secara keseluruhan
(Trend Fertilitas, Mortalitas dan Demografi, 1994: 18)
Berdasarkan dua kondisi di atas dapatlah disebutkan beberapa masalah (terkait
dengan SDM) sebagai berikut :
1) Jika fertilitas semakin meningkat maka akan menjadi beban pemerintah dalam hal
penyediaan aspek fisik misalnya fasilitas kesehatanketimbang aspek intelektual.
2) Fertilitas meningkat maka pertumbuhan penduduk akan semakin meningkat tinggi
akibatnya bagi suatu negara berkembang akan menunjukan korelasi negatif
dengan tingkat kesejahteraan penduduknya.
Jika ASFR 20- 24 terus meningkat maka akan berdampak kepada investasi SDM
yang semakin menurun.
B. Masalah akibat Angka Kematian
Selama hampir 20 tahun terakhir, Angka Kematian Bayi (AKB) mengalami
penurunan sebesar 51,0 pada periode 1967-1986. Tahun 1967 AKB adalah 145 per
1000 kelahiran, kemudian turun menjadi 109 per 1000 kelahiran pada tahun 1976.
Selama 9 tahun terjadi penurunan sebesar 24,8 persen atau rata-rata 2,8 persen per
tahun. Berdasarkan SP90, AKB tahun 1986 diperkirakan sebesar 71 per 1000
kelahiran yang menunjukan penurunan sebesar 34,9 persen selama 10 tahun
terakhir atau 3,5 persen pertahun (Trend Mortalitas, 66).
Tabel Perkiraan Angka Harapan Hidup (AHH)
Tahun Nilai
SP1971 45,7
SP 1980 52,2
SP 1990 59,8
Sumber: BPS Jatim, 1996.
Sejalan dengan penurunan AKB, AHH menunjukan kenaikan. Pada tahun
1971 AHH adalah 45,7 yang kemudian naik 6,5 tahun menjadi 52,2 pada SP80 dan
mengalami kenaikan 7,6 menjadi 59,8 pada SP90.
Masalah yang muncul akibat tingkat mortalitas adalah :
1) Semakin bertambahnya Angka Harapan Hidup itu berarti perlu adanya peran
pemerintah di dalam menyediakan fasilitas penampungan.
2) Perlunya perhatian keluarga dan pemerintah didalam penyediaan gizi yang
memadai bagi anak-anak (Balita).
3) Sebaliknya apabila tingkat mortalitas tinggi akan berdampak terhadap reputasi
Indonesia dimata dunia.
Pemecahan masalah angka kelahiran dan kematian :
a) Kelahiran
Angka kelahiran perlu ditekan melalui :
! Partisipasi wanita dalam program KB.
© 2003 Digited by USU Digital Library 2
----------------------- Page 3-----------------------
! Tingkat pendidikan wan ita wanita mempengaruhi umur kawin pertama dan
penggunaan kontrasepsi.
! Partisipasi dalam angkatan kerja mempunyai hubungan negatif dengan
fertilitas
! Peningkatan ekonomi dan sosial.
b) Kematian
Angka kematian perlu ditekan :
! Pelayanan kesehatan yang lebih baik
! Peningkatan gizi keluarga
! Peningkatan pendidikan (Kesehatan Masyarakat)
C. Masalah Komposisi Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus tahun 1990 berjumlah
179246785 dari jumlah tersebut komposisi usianya tidak berimbang yang
menyebabkan timbulnya masalah-masalah baru.
Katagori Berdasarkan Usia Sebagai Berikut :
U S I A (Thn) Jumlah (Jiwa)
0 - 4 20.985.144
5 - 9 23.223.058
10 - 14 21.482.141
15 - 19 18.926.983
20 - 24 16.128.352
25 - 29 15.623.530
30 - 34 13.245.794
35 - 39 11.184.217
40 - 44 8.081.636
45 - 49 7.565.664
50 - 54 6.687.586
55 - 59 4.831.697
60 - 64 4.526.451
65 - 69 2.749.724
70 - 74 2.029.026
>75 4.415
Sumber : Kantor BPS Jawa Timur
Berdasarkan angka-angaka tersebut tampak penumpukan jumlah penduduk
pada usia muda, yaitu usia 0 -4 tahun berjumlah 20985144 jiwa, usia 5-9 tahun
sebesar 23223058 jiwa dan 10 -14 tahun 21428141 jiwa yang mana pada usia
tersebut belum produktif masih tergantung pada orang-orang lain terutama
keluarga.
Masalah-masalah yang dapat timbul akibat keadaan demikian adalah :
1) Aspek ekonomi dan pemenuhan kebutuhan hidup keluarga. Banyaknya beban
tanggungan yang harus dipenuhi biaya hidupnya oleh sejumlah manusia
produktif yang lebih sedikit akan mengurangi pemenuhan kebutuhan ekonomi
dan hayat hidup.
2) Aspek pemenuhan gizi.
Kemampuan ekonomi yang kurang dapat pula berakibat pada pemenuhan
makanan yang dibutuhkan baik jumlah makanan (kuantitatif) sehingga dampak
lebih lanjut adalah adanya rawan atau kurang gizi (malnutrition). Pada gilirannya
nanti bila kekurangan gizi terutama pada usia muda ( 0 -5 tahun). Akan
mengganggu perkembangan otak bahkan dapat terbelakang mental ( mental
retardation ). Ini berarti mengurangi mutu SDM masa yang akan datang.
© 2003 Digited by USU Digital Library 3
----------------------- Page 4-----------------------
3) Aspek Pendidikan
Pendidikan memerlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga diperlukan dukungan
kemampuan ekonomi semua termasuk orang tua. Apabila kemampuan ekonomi
kurang mendukung maka fasilitas pendidikan juga sukar untuk dipenuhi yung
mengakibatkan pada kualitas pendidikan tersebut kurang
4) Lapangan Kerja
Penumpukan jumlah penduduk usia muda atau produktif memerlukan persiapan
lapangan kerja masa mendatang yang lebih luas. Hal ini merupakan bom waktu
pencari kerja atau penyedia kerja. Apabila tidak dipersiapkan SDMnya dan
lapangan kerja akan berdampak lebih buruk pada semua aspek kehidupan.
Alternatif Pemecahan yang diperlukan :
(a) Pengendalian angka kelahiran melalui KB.
(b) Peningkatan masa pendidikan.
(c) Penundaaan usia perkawinan
D. Masalah Kependudukan dan Angkatan Kerja.
Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun
keatas. Mereka terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (BPS :
1994,30). Penduduk yang tergolong angkatan kerja dikenal dengan Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK).
TPAK menurut umur mengikuti pola huruf "U" terbalik. Angkatan rendah pada
usia-usia muda karena sekolah, kemudian naik sejalan kenaikan umur sampai
mencapai 25 -29 tahun, kemudian turun secara perlahan pada umur-umur
berikutnya (antara lain karena pensiun).
Angka kesempatan kerja yang merupakan pebandingan antara penduduk
yang bekerja dengan angkatan kerja pada tahun 1993 cukup tinggi yaitu sekitar
97,2%. Ini berarti angka penganguran kurang lebih hanya 2,8 0/00 (BPS:1994,30).
Berdasarkan hasil sensus tahun 1994 jumlah TPAK sebesar 19.254.554
(Sensus PBS; 1990,417) sedangkan jumlah penduduk mencapai 179.247.283 jiwa
sehingga TPAK meskipun mungkin termasuk angkatan kerja. Melihat rasio TPAK dan
Non TPAK tampaknya jauh tidak seimbang hal ini kemungkinan dapat menyebabkan
masalah antara lain:
(a) Produktifitas yang dihasilkan oleh sebagian kecil manusia kemungkinan bisa
habis dikonsumsi sebagian besar penduduk.
(b) Pendapatan perkapita akan rendah sehingga berpengaruh pada sektor ekonomi
masyarakat.
Alternatif Pemecahan Masalah :
(a) Penyediaan lapangan kerja
(b) Peningkatan mutu SDM melalui pendidikan dan keterampilan.
E. Masalah Mobilitas Penduduk di Indonesia
Masalah migrasi penduduk di Indonesia menjadi isu politik kependudukan di
Indonesia.
Mobilitas Antar Pulau
Mobilitas antar pulau didominasi mobilitas penduduk di Pulau Jawa. Penduduk
yang keluar dari Jawa sebanyak 3,6 juta jiwa tahun 1980 dan 5,3 juta jiwa tahun
1990. Sebagian besar migrasi menuju Sumatera, yaitu 79,75% pada tahun 1980 dan
68,70% pada tahun 1990.
Migran keluar dari Pulau Sumatera tahun 1980 sebanyak 0,8 juta, dan
sebesar 92,97% menuju Pulau Jawa, sedang pada tahun 1990 sebesar 1,6 juta dan
92,62 % juga menuju Pulau Jawa. Migran dari Kalimantan sebagian besar menuju
© 2003 Digited by USU Digital Library 4
----------------------- Page 5-----------------------
Pulau Jawa. Dari 0,2 juta jiwa pada tahun 1980 adaa 73,32% menuju Pulau Jawa
dan pada tahun 1990 ada sebanyak 0,5 juta ternyata yang 76,49 % juga menuju
Pulau Jawa. (BPS:107,110)
Dapat dimaklumi bahwa Pulau Jawa sebagai tujuan utama para migran,
karena di Pulau Jawa merupakan pusat perekonomian, pusat pendidikan, pusat
pemerintahan dan pusat kegiatan sosial ekonomi lainnya. Migran terbesar yang
masuk ke Pulau Jawa berasal dari Sumatera, karena Pulau Sumatera secara
geografis berdekatan dengan Pulau Jawa dan sistim transportasi yang
menghubungkan kedua pulau ini lebih bervariasi dan lebih banyak frekuensinya
dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya.
Mobilitas Penduduk antar Pulau Propinsi
Pola mobilitas di Jawa masih sangat besar. Di Jawa Timur jumlah pendatang
masih didominasi migran sekitarnya terutama Jawa Tengah. Keadaan ini
menunjukan bahwa pekembangan mobilitas terjadi karena peningkatan peranan lalu
lintas di Pulau Jawa dan Sekitarnya termasuk Lampung, Sumatera Selatan sebagai
akibat pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat. Sedang migran yang keluar dari
Jawa Timur mayoritas menuju wilayah Indonesia Barat terutama Sumatera dan
daerah pusat pertumbuhan ekonomi seperti Jakarta.
Propinsi pengirim migran total terbesar adalah Jawa Tengah, yaitu 3,1 juta
jiwa pada tahun 1980 dan 4,4 juta tahun 1990. Jawa Timur sebanyak 1,6 juta pada
tahun 1980 dan 2,5 juta tahun 1990, disusul Propinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta
(BPS 1994; 111).
Mobilitas Penduduk dari Desa ke Kota
Urbanisasi pada dasarnya adalah pertumbuhan penduduk perkotaan yang
disebabkan perpindahan dari desa ke kota, dari kota ke kota, serta akibat proses
perluasan wilayah perkotaan (Reklamasi).
Permasalah yang Timbul :
Pertumbuhan penduduk perkotaan selalu menunjukan peningkatan yang
terus menerus, hal ini disebabkan pesatnya perkembangan ekonomi dengan
perkembangan industri, pertumbuhan sarana dan prasarana jalan perkotaan.
Upaya Pencegahan:
Pertumbuhan penduduk di perkotaan periode 1971-1980 jauh lebih pesat
dibandingkan dengan periode 1980-1990, hal ini disebabkan periode 1971-1980
pertumbuhan ekonomi masih terpusat didaerah perkotaan, sehingga penduduk
banyak pindah ke perkotaan untuk memperoleh penghidupan yang lebih layak.
Pada periode 1980-1990 pemeratan pembangunan mulai terasa sampai ke
daerah pedesaan. Keadaan ini memungkinkan penduduk tidak lagi membangun
daerah perkotaan, akan tetapi cendrung menciptakan lapangan pekerjaan sendiri di
pedesaan. (BPS 1994: 18).
Sejalan dengan arah pembangunan yang diharapkan persentase penduduk
perkotaan cendrung meningkat. Proyeksi yang diharapkan ada peningkatan dari
31,10 persen tahun 1990 menjadi 41,46 % pada tahun 2000.
Menurut Prigno Tjiptoheriyanto upaya mempercepat proses pengembangan
suatu daerah pedesaan menjdadi daerah perkotaan yang disesuaikan dengan
harapan dan kemampuan masyarakat setempat. Untuk itu diperlukan upaya
peningkatan jumlah penduduk yang berminat tetap tinggal di desa. Yang perlu
diusahakan perubahan status desa itu sendiri, dari desa "desa rural" menjadi "desa
urban". Dengan demikian otomatis penduduk yang tinggal didaerahnya menjadi
"orang kota" daalam arti statistik (Surabaya Post, 23 September 19996). Guna
menekan derasnya arus penduduk dari desa ke kota, maka pola pembangunan yang
© 2003 Digited by USU Digital Library 5
----------------------- Page 6-----------------------
beroreantasi pedesaan perlu digalakan dengan memasukan fasilitas perkotaan ke
pedesaan, sehingga merangsang kegiatan ekonomi pedesaan.
F. Masalah Kepadatan Penduduk di Indonesia
Dilihat dari jumlah penduduknya Indonesia termasuk negara terbesar ketiga
diantara negara-negara sedang berkembang setelah Gina dan India. Hasil
pencacahan lengkap sensus penduduk 1990, penduduk Indonesia berjumlah 179,4
juta jiwa. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk, julah penduduk pada tahun 1995
mencapai 195,3 juta jiwa.
Kepadatan di 27 Propinsi masih belum merata. Berdasarkan sensus penduduk
tahun 1990 sekitar 60% penduduk tinggal di Pulau Jawa, padahal luas Pulau Jawa
hanya sekitar 7% dari seluruh wilayah daratan Indonesia. Dilain pihak, Kalimantan
yang memiliki 28% dari luas total, hanya dihuni oleh 5% penduduk Indonesia.
Dengan demikian kepadatan penduduk secara regional juga sangat timpang,
sementara kepadatan per kilometer persegi di Pulau Jawa mencapai 814 orang, di
Maluku dan Irian Jaya hanya 7 orang (BPS, 1994:29).
Permasalahan yang timbul:
Ketidakseimbangan kepadatan penduduk ini mengakibatkan ketidakmerataan
pembangunan baik phisik maupun non phisik yang selanjutnya mengakibatkan
keinginan untuk pindah semakin tinggi. Arus perpindahan penduduk biasanya
bergerak dari daerah yang agak terkebelakang pembangunannya ke daerah yang
lebih maju, sehingga daerah yang sudah padat menjadi semakin padat.
Pemecahan Masalah:
Untuk memecahkan masalah ini dilaksanakan program pepindahan penduduk
dari daerah padat ke daerah kekurangan penduduk, yaitu program transmigrasi.
Sasaran utama program transmigrasi semula adalah untuk mengurangi
kelebihan penduduk di Pulau Jawa. Tetapi ternyata jumlah penduduk yang berhasil di
transmigrasikan keluar Jawa sangat kecil jumlahnya. Pada tahun 1953 direncanakan
100.000 penduduk, tetapi hanya sebanyak 40.000 orang yang berhasil dipindahkan
(BPS 1994:90)
Walaupun demikian, program transmigrasi sudah menunjukan hasilnya
dimana penduduk yang tinggal di Pulau Jawa turun dari 60% pada tahun 1990,
diproyeksikan menjadi 57,7% pada tahun 2000. Sebaliknya diluar Jawa
diproyeksikan akan terjadi kenaikan tahun 1990-2000. Di Pulau Sumatera naik dari
21% pada tahun 1990 menjadi 21,65 % pada tahun 2000 (BPS 1990:6-7).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar